Rabu, 10 Juni 2015

LETTER OF INQUIRY




INSAN PRIMA NATIONAL TRADING COMPANY
Jln. K.H Noor Ali No. 38
Bekasi 10240
Ref : 1G/UG/12C                                                                                                7th May, 2015

Mr. Stephen Juhara
Sales Manager
PT. MULTI JAYA ABADI
132 Jln. Mapilindo Raya, Surabaya, 2860

Dear Mr. Juhara

        After visiting a stand at the Indonesian Trade Fair held in Jakarta a few days ago, may I know the detile about Montana Ladies’ Shoes, You can send me a catalogues of the complete ranges of the Montana Ladies’ Shoes together with the price-list and terms of payment.
        If the price are competitive and the terms of payments are satisfactory, I would like to order in the future.
Your sincerely,


I GUSTI NGURAH
                                                                                                Purchase Manager

Rabu, 08 April 2015

Business Letter in Block Style

BRIDGESTONES INTERNATIONAL CORPORATION
17 Internasional Boulevard
New York, NY 12007
Your Ref : LA/LL/2                                                                                          2nd April, 2015
 Our Ref   : GT/SB/16
Mr. William Reed
Purchase Manager
261 Jln. Mahkota Raya
Indonesia, Jakarta12001
Dear Mr. William,
Thank you  for your letter of 15 July, inquiring about our latest catalogue, price-list and terms of payment.
We have pleasure in enclosing our latest catalogue, price-list and terms of payment together with samples of our promotional gifts.
We hope you will find our price and terms satisfactory and look forward to receiving your trial order.
                                                                                                                        Yours Sincerly,
                                                                                                                         Richard T. Mam
Marketing Manager
Enc. 3

Rabu, 25 Maret 2015

COMPLETE BUSINESS LETTER FULL BLOCK STYLE

Tugas Bahasa Inggris Bisnis 2
Complete Business Letter (Full Block Style tipe)


NAMA                 : I GUSTI NGURAH AGUNG AMBARA PUTRA
NPM                     : 13211419
KELAS               : 4EA24



Fakultas Ekonomi Manajemen
Universitas Gunadarma 2015










CAMBRIDGE ELECTRONIC CORPORATION
231 BLACKMORE STREET
NEW YORK, NY 20011, USA

Ref : DT/NN/12
7th May. 1993

Messrs. Johnson Smith & Carlson Ltd
16 Fifth Avenue Street
Los Angeles, LA

Dear Sirs,
We have to remind you that your account for televisions ordered on 12 February has not yet been paid. Discount cannot now be allowed.
You will remember that we went to some trouble to meet your delivery date, and we are sure that you would not wish to inconvenience us by delaying your payment.

A copy of statement is enclosed, and we shall be glad to receive your cheque by return.





Yours faithfully,



Cambridge Electronic Corporation
Jonathan R. Smith


Jumat, 23 Januari 2015

keadilan dalam perusahaan


Keadilan menurut ahli

1. Keadilan menurut John Raws (Priyono, 1993: 35), adalah ukuran yang harus diberikan untuk mencapai keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama. Ada tiga prinsip keadilan yaitu : (1) kebebasan yang sama yang sebesar-besarnya, (2) perbedaan, (3) persamaan yang adil atas kesempatan 8. Pada kenyataannya, ketiga prinsip itu tidak dapat diwujudkan secara bersama-sama karena dapat terjadi prinsip yang satu berbenturan dengan prinsip yang lain. John Raws memprioritaskan bahwa prinsip kebebasan yang sama yang sebesar-besarnya secara leksikal berlaku terlebih dahulu dari pada prinsip kedua dan ketiga.

2. Keadilan dari sudut pandang bangsa Indonesia disebut juga keadilan sosial, secara jelas dicantumkan dalam pancasila sila ke-2 dan ke-5 9, serta UUD 1945. Keadilan adalah penilaian dengan memberikan kepada siapapun sesuai dengan apa yang menjadi haknya, yakni dengan bertindak proposional dan tidak melanggar hukum. Keadilan berkaitan erat dengan hak, dalam konsepsi bangsa Indonesia hak tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban. Dalam konteks pembangunan bangsa Indonesia keadilan tidak bersifat sektoral tetapi meliputi ideologi, EKPOLESOSBUDHANKAM. Untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan.

3. Keadilan menurut  Ibnu Taymiyyah (661-728 H) adalah memberikan sesuatu kepada setiap anggota masyarakat sesuai dengan haknya yang harus diperolehnya tanpa diminta; tidak berat sebelah atau tidak memihak kepada salah satu pihak; mengetahui hak dan kewajiban, mengerti mana yang benar dan mana yang salah, bertindak jujur dan tetap menurut peraturan yang telah ditetapkan. Keadilan merupakan nilai-nilai kemanusiaan yang asasi dan menjadi pilar bagi berbagai aspek kehidupan, baik individual, keluarga, dan masyarakat. Keadilan tidak hanya menjadi idaman setiap insan bahkan kitab suci umat Islam menjadikan keadilan sebagai tujuan risalah samawi.

Keadilan merupakan suatu hal yang abstrak, bagaimana mewujudkan suatu keadilan jika tidak mengetahui apa arti keadilan. Untuk itu perlu dirumuskan definisi yang paling tidak mendekati dan dapat memberi gambaran apa arti keadilan. Definisi mengenai keadilan sangat beragam, dapat ditunjukkan dari berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para pakar di bidang hukum yang memberikan definisi berbeda-beda mengenai keadilan.

 Keadilan Dalam Perusahaan
           Keadilan berasal dari kata adil yang berarti benar dan patut atau tidak berat sebelah. Keadilan sudah menjadi kebutuhan setiap manusia. Disitu ada tuntutan hak yang sama untuk diperlakukan adil. Seorang anak ingin diperlakukan sama dengan saudara-saudara lainnya oleh orang tuanya. Misalnya dalam hal kesempatan pendidikan, berkomunikasi internal keluarga, kesamaan dalam memiliki asset dsb. Rakyat menuntut hak atas pelayanan kesehatan, pendidikan, lapangan kerja, dari pemerintah, dsb. Masih banyak contoh lainnya termasuk hak karyawan untuk diperlakukan adil oleh perusahaan.

        Tidak jarang karyawan melakukan protes terhadap kebijakan perusahaan. Salah satu penyebabnya adalah karena karyawan diperlakukan tidak adil oleh pimpinan perusahaan. Di tingkat puncak, karyawan bisa diperlakukan tidak adil dalam hal proses rekrutmen dan seleksi, kesempatan belajar, kebijakan kompensasi, dan peluang karir. Di tingkat unit, ketidakadilan yang terjadi dalam bentuk perlakuan antarindividu, ketimpangan pengakuan prestasi, diskriminasi penugasan, perbedaan peluang berpendapat, bias dalam solusi konflik antarindividu, dsb. Berbagai faktor yang mungkin sebagai penyebabnya meliputi:
  1. Belum adanya budaya atau sistem nilai tentang pentingnya keadilan dalam organisasi secara eksplisit. Kalau toh sudah ada namun belum diterapkan secara merata di kalangan karyawan. Kemauan dan dukungan kuat dari manajemen puncak dalam mengembangkan budaya organisasi kurang maksimum.
  2. Kepemimpinan yang lemah baik di tingkat manajemen puncak maupun di tingkat unit kerja. Hal ini ditunjukkan oleh ketidaktegasan dalam mengambil keputusan, segan menerima aduan para karyawan, senang dengan pujian dari karyawan, bias dalam mengatasi konflik, dan cenderung otokratis.
  3. Keterbatasan sumberdaya atau aset untuk memfasilitasi proses pekerjaan dan tuntutan karyawan. Dengan demikian setiap pengambilan keputusan harus berdasarkan prioritas namun kerap membuat para karyawan diperlakukan tidak adil.
  4. Belum adanya prosedur operasional yang standar termasuk dalam hal pemberian penghargaan dan hukuman karyawan. Keputusan untuk itu lebih berdasarkan pada jastifikasi sang pimpinan yang acap bersifat subyektif.
        Ketika ketidakadilan masih saja terjadi maka sama saja pimpinan perusahaan membiarkan lingkungan kerja yang kurang sehat. Akibat berikutnya, motivasi kerja karyawan semakin menurun dan dapat mengakibatkan kinerja mereka juga menurun. Tentu saja akan mengganggu aktifitas bisnis dan kinerja perusahaan. Karena itu maka dibutuhkan reposisi kepemimpinan yang menyeluruh. Posisi kepemimpinan perlu diperkuat dalam hal pemahaman sistem nilai organisasi khususnya tentang pentingnya rasa keadilan bagi karyawan.
        Pimpinan perusahaan harus terdorong untuk semakin memahami konsep diri dan mengelola dirinya terutama dalam menerapkan prinsip keadilan. Untuk itu budaya organisasi perlu dibuat dan sebaiknya yang mudah dipahami dan dikembangkan oleh semua elemen organisasi. Sistem umpan balik dalam mengendalikan organisasi utamanya yang menyangkut kasus ketidakadilan dinilai sangat perlu dalam rangka penyehatan internal organisasi.



http://putraclaudio.blogspot.com/2015/01/keadilan-dalam-perusahaan-tugas.html?m=1

Selasa, 30 Desember 2014

permasalahan yang timbul dalam penilaian kerja


PENILAIAN  KINERJA

Pengertian Penilaian Kinerja
 Sedangkan menurut Dessler(2003) penilaian kinerja adalah mengevaluasi kinerja relatif karyawan saat ini dan/atau di masa lalu terhadap standar prestasinya.

Umpan Balik 360°
 Dalam metode ini, orang-orang di seluruh tingkatan memberikan penilaian, termasuk atasan, rekan kerja, bawahan, pelanggan internal dan eksternal, juga diri sendiri. Metode umpan balik 360menyediakan ukuran yang lebih objektif  untuk menilai kinerja.

Proses Penilaian Kinerja
Menurut Mondy dan Noe(2005), ada lima langkah dalam proses penilaian kinerja, yang dapat dilihat pada gambar 1. berikut ini
Sunber: Mondy & Noe(2005)


Kriteria Kinerja
Dalam menetapkan kriteria kinerja, Mondy & Noe(2005) membagi menjadi beberapa kritera,yaitu :
1.                   Ciri-ciri. Ciri-ciri karyawan tertentu seperti sikap, penampilan, dan inisiatif merupakan dasar untuk evaluasi.
2.                  Perilaku
Ketika hasil dari tugas individu sulit untuk ditentukan, organisasi dapat mengevaluasi perilaku seseorang yang terkait dengan tugas atau kompetensi.
3.      Kompetensi
Kompetensi terdiri dari pengetahuan, keterampilan, sifat dan perilaku, dan berhubungan dengan keterampilan interpersonal atau berorientasi bisnis.
4.      Pencapaian tujuan
Jika organisasi mempertimbangkan hasil akhir pencapaian tujuan sebagai suatu hal yang berarti, hasil pencapaian tujuan akan menjadi faktor yang tepat untuk dievaluasi untuk dibandingkan dengan standar.
5.      Peningkatan potensi
Ketika organisasi mengevaluasi kinerja karyawan, kriteria difokuskan pada masa lalu, masa sekarang, dibandingkan dengan standar.

Tanggung-jawab Penilaian
Menurut Mondy & Noe(2005) dalam kebanyakan organisasi, departemen sumber daya manusia bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan desain dan pelaksanaan program penilaian kinerja. Orang yang mungkin ditunjuk adalah:
1.                   Atasan langsung.
Atasan langsung bertanggung-jawab untuk menilai kinerja karena dialah yang setiap saat dapat mengamati para karyawan. 
2. Bawahan
Bawahan berada dalam posisi yang tepat untuk menilai efektivitas manajerial. Pendukung pendekatan ini percaya bahwa atasan sangat menyadari kebutuhan kelompok kerja dan dapat membuat pekerjaan lebih baik. Sebaliknya, kritikus khawatir bahwa bawahan takut akan pembalasan.
3. Peers
Kekuatan utama untuk menilai kinerja adalah rekan kerja, yang memiliki kinerja dan pandangan yang khas, terutama dalam tugas-tugas tim.
4.  Evaluasi diri
Jika karyawan memahami tujuan dan kriteria untuk evaluasi, mereka memiliki posisi yang baik untuk menilai kinerja mereka sendiri. 
6.                  Pelanggan
Organisasi menggunakan pendekatan ini karena hal ini menunjukkan komitmen terhadap pelanggan, karena karyawan adalah pemegang tanggung-jawab.

Periode Penilaian Kinerja
Evaluasi kinerja biasanya dilakukan secara berkala dalam interval waktu tertentu. Pada sebagian besar organisasi, penilaian dilakukan satu atau dua kali dalam setahun. Pada umumnya, pekerja pertama kali di evaluasi menjelang berakhirnya masa percobaan. Mengevaluasi para karyawan baru beberapa kali selama tahun pertama mereka bekerja, juga merupakan praktek yang lazim dilakukan.

Metode-metode Penilaian Kinerja
Menurut Mondy & Noe(2005), ada tujuh metode penilaian kinerja yaitu:
1.      Rating Scales
Menilai kinerja pegawai dengan menggunakan skala untuk mengukur faktor-faktor kinerja (performance factor). Misalnya dalam mengukur tingkat inisiatif dan tanggung jawab pegawai. Skala yang digunakan adalah 1 sampai 5, yaitu 1 adalah yang terburuk dan 5 adalah yang terbaik. Jika tingkat inisiatif dan tanggung jawab pegawai tersebut biasa saja, maka ia diberi nilai 3 atau 4 dan begitu seterusnya untuk menilai faktor-faktor kinerja lainnya.

2.      Critical Incidents
Evaluator mencatat mengenai apa saja perilaku/pencapaian terbaik dan terburuk (extremely good or bad behaviour) pegawai. Dalam metode ini, penilai harus menyimpan catatan tertulis tentang tindakan-tindakan atau prilaku kerja yang sangat positif (high favorable) dan perilaku kerja yang sangat negatif (high unfavorable) selama periode penilaian.

3.      Essay
Evaluator menulis deskripsi mengenai kekuatan dan kelemahan karyawan, kinerjanya pada masa lalu, potensinya dan memberikan saran-saran untuk pengembangan pekerja tersebut. Metode ini cenderung lebih memusatkan perhatian pada perilaku ekstrim dalam tugas-tugas karyawan daripada pekerjaan atau kinerja rutin yang mereka lakukan dari hari ke hari. Penilaian seperti ini sangat tergantung kepada kemampuan menulis seorang penilai.

4.      Work standard 
Metode ini membandingkan kinerja setiap karyawan dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya atau dengan tingkat keluaran yang diharapkan. Standar mencerminkan keluaran normal dari seorang pekerja yang berprestasi rata-rata, yang bekerja pada kecepatan atau kondisi normal. Agar standar ini dianggap objektif, para pekerja harus memahami secara jelas bagaimana standar yang ditetapkan.

5.      Ranking
Penilai menempatkan seluruh pekerja dalam satu kelompok sesuai dengan peringkat yang disusun berdasarkan kinerja secara keseluruhan. Contohnya, pekerja terbaik dalam satu bagian diberi peringkat paling tinggi dan pekerja yang paling buruk prestasinya diletakkan di peringkat paling bawah. Kesulitan terjadi bila pekerja menunjukkan prestasi yang hampir sama atau sebanding.

6.      Forced distribution 
Penilai harus “memasukkan” individu dari kelompok kerja ke dalam sejumlah kategori yang serupa dengan sebuah distribusi frekuensi normal. Contoh para pekerja yang termasuk ke dalam 10 persen terbaik ditempatkan ke dalam kategori tertinggi, 20 persen terbaik sesudahnya ke dalam kategori berikutnya, 40 persen berikutnya ke dalam kategori menengah, 20 persen sesudahnya ke dalam kategori berikutnya, dan 10 persen sisanya ke dalam kategori terendah. Bila sebuah departemen memiliki pekerja yang semuanya berprestasi istimewa, atasan “dipaksa” untuk memutuskan siapa yang harus dimasukan ke dalam kategori yang lebih rendah.

7.      Behaviourally Anchored Rating Scales (BARS)
Evaluator menilai pegawai berdasarkan beberapa jenis perilaku kerja yang mencerminkan dimensi kinerja dan membuat skalanya. Misalnya penilaian pelayanan pelanggan. Bila pegawai bagian pelayanan pelanggan tidak menerima tip dari pelanggan, ia diberi skala 4 yang berarti kinerja lumayan. Bila pegawai itu membantu pelanggan yang kesulitan atau kebingungan, ia diberi skala 7 yang berarti kinerjanya memuaskan, dan seterusnya. Metode ini mendeskripsikan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tingkat kinerja yang diharapkan.
Masalah-masalah dalam Penilaian Kinerja
Menurut Mondy & Noe(2005) masalah yang berkaitan dengan penilaian kinerja adalah:
1.      Kurangnya objektivitas
Salah satu kelemahan metode penilain kinerja tradisional adalah kurangnya objektivitas. Dalam metode rating scale, misalnya, faktor-faktor yang lazim digunakan seperti sikap, loyalitas dan kepribadian adalah faktor-faktor yang sulit diukur. Penggunaan faktor-faktor yang terkait dengan pekerjaan (job related factors) dapat meningkatkan objektivitas.

2.      Bias “Hallo error”
Bias “Hallo error” terjadi bila penilai mempersepsikan satu faktor sebagai kriteria yang paling penting dan memberikan penilaian umum baik atau buruk berdasarkan faktor tunggal ini.

3.      Terlalu “longggar” terlalu “ketat
Penilai terlalu “longggar” (leniency) kecenderungan memberi nilai tinggi kepada yang tidak berhak, penilai memberi nilai lebih tinggi dari seharusnya.
Penilai terlalu “ketat” (strictness) terlalu kritis atas kinerja seorang pekerja (terlalu “ketat” dalam memberikan nilai). Penilaian yang terlalu ketat biasanya terjadi bila manajer tidak mempunyai definisi atau batasan yang akurat tentang berbagai faktor penilaian.

4.      Kecenderungan memberikan nilai tengah
Kecenderungan memberi nilai tengah (Central tendency), terjadi bila pekerja di beri nilai rata-rata secara tidak tepat atau di tengah-tengah skala penilaian, Biasanya, penilai memberi nilai tengah karena ingin menghindari kontroversi atau kritik.

5.      Bias perilaku terbaru
Bias perilaku terbaru (recent behavior bias) , perilaku atau kinerja yang paling akhir akan lebih mudah diingat daripada perilaku yang telah lama. Penilai cenderung lebih banyak menilai kinerja yang tampak menjelang atau pada saat proses penilaian dilakukan. Seharusnya penilaian kinerja mencakup periode waktu tertentu.

6.      Bias pribadi(stereotype)
Penyelia yang melakukan penilaian bisa saja memiliki bias yang berkaiatan dengan karakteristik pribadi pekerja seperti suku, agama, gender atau usia. Meskipun ada peraturan atau undang-undang yang melindugi pekerja, diskriminasi tetap menjadi masalah dalam penilain kinerja.

Karakteristik Sistem Penilaian Kinerja Yang Efektif
Menurut Mondy & Noe(2005), karakteristik sistem penilaian yang efektif, adalah:
1.      Kriteria yang terkait dengan pekerjaan
Kriteria yang digunakan untuk menilai kinerja karyawan harus berkaitan dengan pekerjaan / valid.

2.      Ekspektasi Kinerja
Sebelum periode penilaian, para manajer harus menjelaskan secara gamblang tentang kinerja yang diharapkan kepada pekerja.

3.      Standardisasi
Pekerja dalam kategori pekerjaan yang sama dan berada di bawah organisasi yang sama harus dinilai dengan menggunakan instrumen yang sama.

4.      Penilaian yang Cakap
Tanggung jawab untuk menilai kinerja karyawan hendaknya dibebankan kepada seseorang atau sejumlah orang, yang secara langsung mengamati paling tidak sampel yang representatif dari kinerja itu. Untuk menjamin konsistensi penilaian, para penilai harus mendapatkan latihan yang memadai.

5.      Komunikasi Terbuka
Pada umumnya, para pekerja memiliki kebutuhan untuk mengetahui tentang seberapa baik kinerja mereka.
6.      Akses Karyawan Terhadap Hasil Penilaian
Setiap pekerja harus memperoleh akses terhadap hasil penilaian. Kerahasiaan akan menumbuhkan kecurigaan. Menyediakan akses terhadap hasil penilaian memberikan kesempatan karyawan untuk mendeteksi setiap kesalahannya.

7.      Proses Pengajuan Keberatan (due process)
Dalam hubungannya dengan pengajuan keberatan secara formal atas hasil penilainnya, penetapan due process merupakan langkah penting.

Kegunaan Penilaian Kinerja
Menurut Mondy & Noe(2005), kegunaan dari penilaian kinerja, adalah:
1.      Perencanaan Sumber Daya Manusia
2.      Rekrutmen dan Seleksi
3.      Pelatihan dan Pengembangan
4.      Perencanaan dan Pengembangan Karir
5.      Program Kompensasi
6.      Hubungan Karyawan Internal
7.      Penilaian Potensi Tenaga Kerja

Sumber : http://nurlailafadjarwati.blogspot.com/2011/01/penilaian-kinerja.html